Oleh : Gantyo Koespandono
Dari : http://www.mediaIndonesia.com
PARTAI-partai politik sejak kemarin (16 Maret) mulai menerjunkan para jurkamnya melakukan kampanye guna meraih sebanyak mungkin suara agar bisa mengajukan calon presiden. Presiden seperti apa yang cocok untuk bangsa ini?
Dari pemberitaan di banyak media, ada sejumlah nama yang “pantas” (saya sengaja memakai tanda kutip sebab belum tentu mereka pantas) menjadi presiden.
Mereka, di antaranya adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jusuf Kalla (JK), Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Wiranto, Rizal Ramli, Sri Sultan Hamengku Buwono hingga Dedi Mizwar yang sampai hari ini masih terus mencari dukungan.
Di luar itu, tentu masih ada nama lain yang sangat mungkin hari-hari ini akan muncul ke permukaan setelah “dikilik-kilik” atau dikompor-kompori para “juru bisik” yang berkata: “Sudahlah Pak, maju saja, Bapak pantas kok jadi presiden. Nama yang sudah muncul itu, nggak ade ape-apenye …”
Siapa pun yang kelak jadi presiden, itu adalah pilihan rakyat. Jika kita masih memercayai bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan, maka itulah presiden Indonesia yang dikehendaki Tuhan.
Persoalannya presiden Indonesia seperti apa yang dipilih dan diridoi oleh-Nya? Saya berani memastikan, presiden Indonesia masa depan yang memenangi pemiihan presiden tahun 2009 adalah dia yang menyadari bahwa dirinya bukan hanya makhluk fisik, tapi juga makhluk spiritual.
Yang agamis bukan jaminan
Anda mungkin bertanya, kalau begitu, tokoh partai berbasis agama dong yang layak jadi presiden? Belum tentu! Para tokoh partai berbasis agama boleh saja mengklaim diri mereka agamis. Tapi kalau mereka berpikir hanya mementingkan agama dan kelompoknya sendiri setelah jadi presiden, maka sesungguhnya dia bukan manusia spiritual. Lebih tidak spiritual lagi jika mereka berangan-angan akan memberangus dan menghambat orang-orang yang tidak sepaham dan sealiran dengannya.
George Bush adalah contoh presiden yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah makhluk spiritual. Benar, di masa pemerintahannya kehidupan keagamaan memang tumbuh, tapi semua itu dipakai oleh Bush sebagai topeng untuk melakukan “sesuatu” yang seolah-olah itu datangnya dari Tuhan. Namun wujudnya, banyak orang dirugikan.
Anda boleh percaya boleh tidak, Barack Obama adalah sosok presiden yang menyadari bahwa dirinya adalah makhluk spiritual. Karena dia amat yakin dengan spiritualitasnya, maka apa yang dia pikirkan menjadi kenyataan.
Di AS, orang kulit hitam menjadi presiden adalah sesuatu yang nonsens. Tapi dengan kekuatan keyakinan dan pikirannya yang luar biasa, logika lama ala Amerika itu terjungkirbalikkan dengan sendirinya. Dengan semangat spiritualnya, dia menjalin relasi dengan banyak orang. Lewat Facebook, dia tidak segan menyapa para pendukungnya. Melalui sapaan dan pertemanan itu pulalah dia mendapatkan dana halal untuk biaya kampanye dengan hasil akhir memenangi pemilihan presiden.
Energi positif
Manusia spiritual memancarkan energi positif. Coba perhatikan dan buka lagi koran, menjelang kemenangan Obama, perang dahsyat antara Israel dan Palestina reda dengan sendirinya. Jika memang konflik di Timur Tengah itu lantaran AS sedikit banyak punya andil, bukankah itu merupakan cara Tuhan untuk meringankan tugas Obama?
Setelah menjadi presiden, Obama juga tidak lupa daratan. Dalam kesibukannya yang luar biasa, dia menyisihkan waktu untuk duduk dan makan bersama dengan anggota keluarga dalam satu meja makan. Dalam keluarga Kristen, momentum seperti ini biasanya dipakai untuk saling menyapa dan membaca Alkitab.
Mahatma Gandhi adalah contoh lain pemimpin formal yang sangat menyadari bahwa dirinya makhluk spiritual. Dia mengagumi dan menjalankan ajaran Yesus Kristus, sehingga tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Kekerasan penjajah atas bangsanya India dibalas dengan kasih. Namun Gandhi tetap penganut Hindu yang taat, sebab dia tidak suka dengan kelakuan orang-orang Kristen yang tidak kristiani.
Bagaimana kita mengetahui seseorang atau tokoh atau calon presiden yang berkharisma sebagai makhluk spiritual? Inilah cirinya:
1. Berpikir dan berperilaku demi kepentingan orang lain. Dia berniat menjadi presiden bukan untuk kepentingan kelompok dan golongannya sendiri, tapi untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Karena itu kalau dia tidak terpilih jadi presiden, dia tidak akan kecewa, tapi tetap bersyukur dan mengatakan, “Terimakasih Tuhan Engkau telah memberikan aku pengalaman.”
2. Siap menjadi miskin untuk mengayakan orang lain. Demi poin satu di atas, dia siap menjadi miskin untuk membuat kaya orang lain. Mahatma Gandhi dan Bung Karno adalah contoh paling gampang untuk menggambarkan spiritualitas ini. Gandhi saat mati hanya meninggalkan kaca mata, terompah dan jubah.
3. Tidak membalas sumpah serapah orang lain. Jika dia dikritik atau dicaci maki, dia tidak akan membalas dengan caci maki, namun tetap tersenyum, dan menjadikan semua itu sebagai jalan untuk naik kelas dan lebih dewasa.
4. Menghargai orang lain. Seorang berspiritual lazimnya selalu menghargai orang lain, dan tidak menjadikan kekuasaan yang dimiliki untuk merendahkan orang lain yang tidak selevel. Dia meyakini kekuasaan yang dimiliki semata-mata adalah amanah Allah.
5. Sadar dengan apa yang dilakukan. Seorang calon presiden sebagai makhluk spiritual selalu menyadari siapa dirinya. Oleh sebab itu dia selalu sadar apa yang dilakukan, termasuk dalam perkataan dan perbuatan. Jika yang bersangkutan gampang marah dan tersulut emosinya, maka dia bukanlah calon presiden yang menyadari bahwa dia makhluk spiritual.
6. Tidak melihat kekurangan orang lain. Seorang makhluk spiritual selalu melihat kelebihan orang lain dan kemudian menjadikannya sebagai aset bagi kemajuan bersama.
7. Sabar. Seorang spiritual adalah penyabar; tidak mengelus dada jika dia menghadapi masalah yang tidak dapat dipecahkannya. Menghadapi masalah, dia tetap tenang, dan tidak akan menyalahkan orang lain.
8. Tetap bersyukur. Makhluk spiritual selalu bersyukur atas berbagai peristiwa yang dialaminya, baik yang mengenakkan maupun sebaliknya. Karena itu dia tidak pernah mengeluh.
Saya yakin presiden dengan kriteria spiritualitas seperti itulah yang akan memimpin Indonesia. Masih banyak indikator lainnya. Silakan pembaca menambahkannya.***
Semoga spritualisme ala Mahatma Gandhi dan Bung Karno lah yang mengawal bangsa ini dalam menuju kebesarannya.
Semoga bukan topeng-topeng yang menyilaukan mata belaka yang kemudian mempermainkan asa kita sebagai bangsa.
Semoga Ibu Pertiwi kembali melahirkan putra-putri terbaiknya yang sukses memimpin bangsanya.